Skip to main content

RAD Kemiskinan...

Hai.. jumpa lagi neh..

Kali ini saya mau coba membahas mengenai RAD Kemiskinan, kebetulan ada rapat penyusunan RAD Kemiskinan di Bappelitbangda, mumpung lagi semangat, maka saya langsung buat laporannya, soalnya klo dinanti-nanti takut jadi males... oke... langsung aja ya..




http://worldartsme.com/images/poverty-clipart-1.jpg


Laporan Penyusunan RAD Penanggulangan Kemiskinan di Kota Tasikmalaya
 Tahun 2018


Penyajian Latar Belakang Masalah (0,1)
Kota Tasikmalaya merupakan salah satu kota yang memiliki tingkat kemiskinan paling tinggi yaitu sebesar 14,80 % pada tahun 2017. Tentunya hal ini cukup memprihatinkan mengingat bahwa Kota Tasikmalaya merupakan Pusat Perkembangan Wilayah Priangan Timur -  Pangandaran yang melayani 6 kota dan kabupaten yang berada di bagian timur Jawa Barat. Namun jika dilihat keberadaan penduduk miskin di wilayah Kota Tasikmalaya maka dapat sampaikan bahwa penduduk miskin tersebut tidak dapat dikatakan sepenuhnya miskin, namun lebih karena kondisi wilayah yang ada dibeberapa kelurahan yang masih bernuansa desa, sehingga jika menggunakan indikator kemiskinan perkotaan akan mengakibatkan peningkatan angka kemiskinan.
Berdasarkan trend yang ada mulai dari 2010 (20,71%), tingkat kemiskinan di Kota Tasikmalaya sudah mengalami penurunan yang cukup baik, hal ini selain dipacu dengan kebijakan yang ada namun dipacu oleh strategi penurunan kemiskinan yang sudah dilakukan melalui Tim Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TPKD) yang secara terus menerus berupaya untuk mencapai target tersebut. Namun perlu diakui, bahwa untuk mencapai akselerasi penurunan angka kemiskinan tersebut perlu ada upaya lain, salah satunya dengan menyusun Rencana Aksi Daerah Penanggulangan Kemiskinan di Kota Tasikmalaya.

Pembuatan Diagram dan Tabel (0,1)

Indikator Kemiskinan di Kota Tasikmalaya Tahun 2010-2017

Indikator
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
(1)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
Jumlah Penduduk Miskin (ribu orang)
131,60
129,80
123,00
112,20
104,60
106,78
102,79
97,85
Persentase Penduduk Miskin  (%)
20,71
19,98
18,94
17,19
15,95
16,28
15,60
14,80
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bulan)
263.177
293.985
317.037
337.841
351.718
367.673
397.215
416.837
Indeks Kedalaman
4,11
3,21
3,79
2,57
3,12
2,85
2,37
2,01
Indeks Keparahan
1,17
0,94
1,18
0,63
0,86
0,69
0,57
0,42

Sumber : BPS Kota Tasikmalaya (online)


Menentukan Jenis Permasalahan (0,1)
Jika dilihat dari kondisi wilayah yang ada di Kota Tasikmalaya, maka ada beberapa wilayah yang masih memiliki karakteristik perdesaan yang kegiatan dominan merupakan pertanian, sehingga jika mengukur tingkat kemiskinan dengan perbandingan kemiskinan perkotaan dengan kemiskinan perdesaan maka akan sangat mencolok perbedaannya. Oleh karena itu, maka tingginya angka kemiskinan di Kota Tasikmalaya lebih disebabkan adanya ketimpangan wilayah perkotaan dan perdesaan yang mana dominasi kegiatan sangat mempengaruhi pola hidup dari masing-masing wilayah tersebut.

Menentukan Faktor-Faktor Penyebab Permasalahan (0,1)
Adapun penyebab dari permasalahan tersebut diantaranya :
1.      Banyak penduduk Kota Tasikmalaya yang berada di kawasan perdesaan tidak mengkonsumsi makanan seperti penduduk pada umumnya yaitu satu sampai dua kali dalam sehari namun cukup satu kali dalam sehari.
2.      Banyak kriteria kemiskinan yang tidak sesuai dengan kehidupan masyarakat perdesaan yang memiliki kegiatan dominan pertanian, perkebunan dan peternakan.  
3.      Banyak kepala rumah tangga yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah setingkat sekolah dasar, sehingga berakibat kepada jenis pekerjaannya seperti buruh tani, buruh bangunan dan lain-lain.


Menulis saran mengenai Tindak Lanjut yang diperlukan dalam perencanaan sektor tunggal (0,1)
Melihat dari kecenderungan beberapa sumber permasalahan tersebut diatas, maka penulis menyarankan :
1.      Menggunakan kriteria kemiskinan disesuaikan dengan karateristik wilayahnya tidak dengan batasan administrasi, sehingga tidak terjadi ketimpangan dalam pengukuran tingkat kemiskinan.
2.      Dalam lingkup kota, kriteria kemiskinan perlu ditinjau ulang. Hal ini lebih dilihat dari perbedaan budaya, sosial dan adat istiadat masing-masing wilayah yang memiliki karakterisiti yang berbeda.
3.      Menyusun strategi dan kebijakan yang dapat memacu meningkatkan tingkat pendidikan melalui berbagai macam program dan kegiatan yang efektif dan efisien sehinga mengurangi tingkat kemiskinan di wilayah tersebut.

Melakukan Studi Pustaka yang Memperkuat Landasan/Kerangka Logis. (0,2)
Teori tentang Kemiskinan
Penduduk Miskin
Untuk mengukur kemiskinan, salah satu cara yang digunakan adalah  menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.

Garis Kemiskinan (GK)
  1. Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.
  2. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll)
  3. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

Rumus Penghitungan :
GK = GKM + GKNM

GK      = Garis Kemiskinan
GKM   = Garis Kemiskinan Makanan
GKNM = Garis Kemiskinan Non Makan

Teknik penghitungan GKM
  • Tahap pertama adalah menentukan kelompok referensi (reference populaion) yaitu 20 persen penduduk yang berada diatas Garis Kemiskinan Sementara (GKS). Kelompok referensi ini didefinisikan sebagai penduduk kelas marginal. GKS dihitung berdasar GK periode sebelumnya yang di-inflate dengan inflasi umum (IHK). Dari penduduk referensi ini kemudian dihitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).
  • Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Patokan ini mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978. Penyetaraan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan dilakukan dengan menghitung harga rata-rata kalori dari ke-52 komoditi tersebut. Formula dasar dalam menghitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah :
https://www.bps.go.id/website/fileMenu/GKM.png
Selanjutnya GKMj tersebut disetarakan dengan 2100 kilokalori dengan mengalikan 2100 terhadap harga implisit rata-rata kalori menurut daerah j dari penduduk referensi, sehingga :
https://www.bps.go.id/website/fileMenu/HKjp.png

  • Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non-makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan dsan kesehatan. Pemilihan jenis barang dan jasa non makanan mengalami perkembangan dan penyempurnaan dari tahun ke tahun disesuaikan dengan perubahan pola konsumsi penduduk. Pada periode sebelum tahun 1993 terdiri dari 14 komoditi di perkotaan dan 12 komoditi di pedesaan. Sejak tahun 1998 terdiri dari 27 sub kelompok (51 jenis komoditi) di perkotaan dan 25 sub kelompok (47 jenis komoditi) di pedesaan. Nilai kebutuhan minimum perkomoditi /sub-kelompok non-makanan dihitung dengan menggunakan suatu rasio pengeluaran komoditi/sub-kelompok tersebut terhadap total pengeluaran komoditi/sub-kelompok yang tercatat dalam data Susenas modul konsumsi. Rasio tersebut dihitung dari hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar 2004 (SPKKP 2004), yang dilakukan untuk mengumpulkan data pengeluaran konsumsi rumah tangga per komoditi non-makanan yang lebih rinci dibanding data Susenas Modul Konsumsi. Nilai kebutuhan minimum non makanan secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut :
https://www.bps.go.id/website/fileMenu/GKNMjp.png
 

Persentase Penduduk Miskin
Konsep :
Head Count Index (HCI-P0), adalah persentase penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan (GK).

Sumber Data :
Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Modul Konsumsi dan Kor.

Rumus Penghitungan :

http://www.bps.go.id/website/fileMenu/Gambar-6-Konsep-Kemiskinan.jpg
Dimana :
α  = 0
z  = garis kemiskinan.
yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z
q  = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
n  = jumlah penduduk. 


Indeks Kedalaman Kemiskinan
Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1), merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran pesuduk dari garis kemiskinan.


Rumus Penghitungan : 
http://www.bps.go.id/website/fileMenu/Gambar-6-Konsep-Kemiskinan.jpg

Dimana :
α  = 1
z  = garis kemiskinan.
yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z
q  = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
n  = jumlah penduduk.

Indeks Keparahan Kemiskinan
Indeks Keparahan Kemiskinan (Proverty Severity Index-P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.

Rumus Penghitungan :
http://www.bps.go.id/website/fileMenu/Gambar-6-Konsep-Kemiskinan.jpg
Dimana :
α  = 2
z  = garis kemiskinan.
yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z
q  = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
n  = jumlah penduduk.

Melakukan Studi Pustaka yang Memperkuat Landasan/Kerangka Logis. (0,2)
Kriteria dan Indikator Kemiskinan
Indikator Kemiskinan
    Menurut  BPS yang dimaksud dengan indiKator kemiskinan adalah:
·         Tidak miskin, mereka yang pengeluaran per orang per bulan lebih dari Rp 350.610.
·         Hampir Tidak Miskin, dengan pengeluaran per bulan per kepala antara Rp 280.488.s/d.–Rp 350.610.- atau sekitar antara Rp 9.350 s/d. Rp11.687.- per orang per hari. Jumlah masyarakat yang dikategorikan “hampir tidak miskin” mencapai 27,12 juta jiwa.
·         Hampir Miskin, dengan pengeluaran per bulan per kepala antara Rp 233.740.- s/d Rp 280.488.- atau sekitar antara Rp 7.780.- s/d Rp 9.350.- per orang per hari. Jumlah masyarakat yang dikategorikan “hampir miskin” mencapai 30,02 juta.
·         Miskin, dengan pengeluaran per orang perbulan per kepala Rp 233.740.-kebawah atau sekitar Rp 7.780.- kebawah per orang per hari.Jumlah masyarakat yang dikategorikan “miskin” mencapai 31 juta.
·         Sangat  Miskin (kronis),  tidak ada kriteria berapa pengeluaran per orang per hari. Tidak diketahui dengan pasti berapa jumlah pastinya. Namun, diperkirakan masyarakat yang dikategorikan “sangat miskin” mencapai sekitar 15 juta.

Indikator kemiskinan menurut Bappenas (2006) adalah:
·         Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan
·         Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan
·         Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan
·         Terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha
·         Lemahnya perlindungan terhadap aset usaha dan perbedaan upah
·         Terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi
·         Terbatasnya akses terhadap air bersih
·         Lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah
·         Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta  terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam
·         Lemahnya jaminan rasa aman
·         Lemahnya partisipasi
·         Besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga;
·         Tata kelola pemerintahan yang buruk yang menyebabkan inefisiensi dan inefektivitas dalam pelayanan publik, meluasnya korupsi, dan rendahnya jaminan sosial terhadap masyarakat.

Kriteria Kemiskinan
Kriteria Kemiskinan menurut  BPS tentang 14 Kriteria Kemiskinan, yaitu:
·         Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
·         Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
·         Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
·         Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
·         Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
·         Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
·         Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
·         Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
·         Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
·         Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
·         Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
·         Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0, 5 ha. Buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600.000 per bulan.
·         Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.

  • Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp 500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya
Dari laporan diatas saya mencoba untuk mengklaim AK sebesar 0,78... lumayan kan..


Kode Butir Kegiatan
Unsur/Sub. Unsur
Angka Kredit
II.A.10
Pembuatan Diagram dan Tabel
0,1
II.A.11
Penyajian Latar Belakang Masalah
0,1
II.A.16
Menentukan jenis permasalahan
0,1
II.A.18
Menentukan Faktor-Faktor Penyebab Permasalahan
0,08
II.B.2
Melakukan Studi Pustaka yang Memperkuat Landasan/Kerangka Logis
0,32
II.F.25
Menulis Saran Mengenai Tindak Lanjut yang Diperlukan Dalam Perencanaan Proyek Sektor Tunggal
0,08

JUMLAH
0,78




Nah.. itu kurang lebih contoh laporan yang pernah saya buat,, mudah2an bermanfaat,, terima kasih atas kunjungannya..

Comments

Popular posts from this blog

Pengalaman Mengaji di LDII

Sebelumnya perkenalkan nama saya sandy perdana, anak-anak biasanya panggil saya sandy. Aku lahir kurang lebih 28 tahun yang lalu, tepatnya bulan oktober tahun 1980. Domisili aku pada saat itu di kota bandung di komplek margahayu raya, mungkin nama kompleks ini bagi orang bandung sudah tidak asing lagi karena terkenal kompleks yang dibangun awal tahun 1980an. Lingkungan aku bermain mulai aku kecil sampai menginjak smp sangat mendukung, dalam arti kebetulan penghuni di kompleks tersebut sepantaran dengan aku sehingga aku tidak menemui kendala dalam bermain. Seperti biasa kegiatan dari kecil sampai smp sering dilakukan bersama-sama, mulai sepulang sekolah,kita bermain dilapangan, kebetulan setiap rw punya lapangan masing-masing yang telah disediakan oleh pihak developer. Pada saat itu, hampir sebagai rutinitas kita bermain di sore hari, setelah itu orang tua kami selalu mewanti-wanti agar setelah bermain disore hari, segera mandi dan bersiap-siap untuk ke mesjid. Kebetulan mesjid di

SUCCESS STORY PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN (PPSP) KOTA TASIKMALAYA

LAPORAN KARYA TULIS SUCCESS STORY PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN (PPSP) KOTA TASIKMALAYA I. PENDAHULUAN Program Nasional Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) merupakan program yang diluncurkan pemerintah pusat melalui Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Nasional yang keanggotaannya meliputi 8 (delapan) Kementerian yaitu : Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perumahan Rakyat dan Kementerian Keuangan. Program ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi sanitasi di Indonesia dengan mengarustamakan percepatan pembangunan sektor sanitasi, dalam rangka pencapaian target RPJMN 2010 – 2014 dan MDG’s 2015. II. SEJARAH PPSP DI KOTA TASIKMALAYA Keikutsertaan Kota Tasikmalaya dalam Program PPSP dimulai melalui pernyataan surat minat untuk mengikuti

Mau Jadi Fungsional Perencana??? Yakin... coba baca dulu ya...

Mau Jadi Fungsional Perencana??? Yakin... coba baca dulu ya... Hai.. selamat pagi... Oke, kali ini saya akan membahas tentang apa yang harus diketahui sebelum memilih untuk mengambil Jabatan Fungsional Perencana. Mungkin banyak disini teman-teman yang bertanya, kenapa sih ngambil fungsional perencana, koq ngga ke struktural/jabatan administrator, ih sayang loh,, kan punya potensi, emang gak bosen klo nanti ambil fungsional, nanti klo jadi fungsional ngga punya kebijakan loh atau yang lebih parah, fungsional merupakan orang-orang buangan... oke,, mungkin itu beberapa pertanyaan dari sekian banyak pertanyaan yang nyangkut sama saya. Dari sekian pertanyaan tersebut diatas, saya sendiri ngga mau ambil pusing, yang jelas saya mencoba menyampaikan apa yang saya rasakan sendiri sebagai fungsional perencana. Oke kita mulai ya,, oiya,, persiapkan cemilannya, karena ini lumayan menguras pikiran anda...hehehe.. Berawal dari tahun 2011, ada informasi dari Pusbindiklatren Bappen